Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallâhu 'anhu,
bahwa Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda,“Tiada seorang
muslim pun yang memohon (kepada Allah Ta'ala) dengan doa yang tidak
mengandung dosa (permintaan yang haram),
atau pemutusan hubungan (baik) dengan keluarga/kerabat, kecuali Allah
akan memberikan baginya dengan (sebab) doa itu salah satu dari tiga
perkara: [1] boleh jadi akan disegerakan pengabulan doanya, [2] atau
Allah akan menyimpannya untuk kebaikan (pahala) baginya di akhirat, [3]
atau akan dihindarkan darinya keburukan (bencana) yang sesuai
dengannya”. Para sahabat radhiyallâhu 'anhum berkata:'Kalau begitu, kami
akan memperbanyak (doa kepada Allah). Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa
sallambersabda, “Allah lebih luas (rahmat dan karunia-Nya)”.
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan berdoa kepada Allah
Ta'ala, dan kepastian dikabulkannya doa seorang muslim dengan salah
satu dari tiga perkara yang tersebut dalam hadits di atas, jika
terpenuhi padanya syarat-syarat dikabulkannya doa.
Inilah makna firman-Nya:
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟَﻚَ ﻋِﺒَﺎﺩِﻱ ﻋَﻨِّﻲ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻗَﺮِﻳﺐٌ ﺃُﺟِﻴﺐُ ﺩَﻋْﻮَﺓَ
ﺍﻟﺪَّﺍﻉِ ﺇِﺫَﺍ ﺩَﻋَﺎﻥِ ﻓَﻠْﻴَﺴْﺘَﺠِﻴﺒُﻮﺍ ﻟِﻲ ﻭَﻟْﻴُﺆْﻣِﻨُﻮﺍ ﺑِﻲ
ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺮْﺷُﺪُﻭﻥَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah
dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila dia berdoa
kepada-Ku ” (QS al-Baqarah:186)[2].
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
~) Doa seorang muslim akan dikabulkan dan tidak tertolak jika memenuhi syarat diterimanya doa[3].
~) Luasnya karunia Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan
menjadikan pengabulan doa mereka dalam berbagai macam kebaikan dan
keutamaan[4].
~) Dalam hadits ini disebutkan dua di antara
syarat-syarat dikabulkannya doa, dan masih ada syarat-syarat yang lain,
yaitu: ikhlas dalam berdoa, tidak tergesa-gesa dalam pengabulan doa,
halalnya makanan dan pakaian, dan lain-lain[5].
~) Syarat
penting lain dikabulkannya doa adalah yang disebutkan oleh Rasulullâh
shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau: “Berdoalah kepada
Allah dalam keadaan kamu yakin (Allah akan) mengabulkannya, dan
ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari (seorang yang
ketika berdoa) hatinya lalai dan lupa (tidak berkonsentrasi)”[6].
~) Keburukan yang dihindarkan dari seorang hamba dengan doanya adalah
mencakup semua keburukan, baik dalam urusan dunia maupun agama[7].
~) Dianjurkan memohon doa sebanyak-banyaknya kepada Allah, karena
rahmat dan karunia-Nya lebih luas dari apa yang diminta oleh
hamba-hamba-Nya [8].
Perbanyaklah berdoa tuk diri sendiri juga lainnya…
A. Diri Sendiri Baru Lainnya.
Sebagaimana doa memohon ampun untuk diri sendiri dan orang tua yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala,
ﺭَﺏِّ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻲْ ﻭَﻟِﻮَﺍﻟِﺪَﻱَّ…
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku…” (QS Nuh: 28).
B. Sertakan Diri Sendiri Dalam Mendoakan Lainnya.
Diantara menggunakan lafadz perkataan “kami” Seperti tatkala mendoakan saudara muslim lainnya,
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟِﺈِﺧْﻮَﺍﻧِﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺳَﺒَﻘُﻮْﻧَﺎ
ﺑِﺎﻟْﺈِﻳْﻤَﺎﻥِ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺠْﻌَﻞْ ﻓِﻲْ ﻗُﻠُﻮْﺑِﻨَﺎ ﻏِﻠًّﺎ ﻟِﻠَّﺬِﻳْﻦَ
ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺭَﺀُﻭﻑٌ ﺭَﺣِﻴﻢٌ
“Ya Rabb kami, berilah
ampunan kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah lebih dahulu
beriman sebelum kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang…” (QS.
Al-Hasyr:10)
Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu ‘anhu berkata,
“Apabila aku dikaruniakan (kemampuan) untuk berdoa, maka aku mengetahui bahwa
terkabulnya dia akan menyertai…” (Taisir Azizil Hamid)
Perbanyaklah berdoa, sebab kita tak pernah tahu bagian mana dari doa kita yang dikabulkan Allah Ta’ala.
Dan, jangan lupa doakan diri sendiri.
---
[1] HR Ahmad (3/18), al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 710), dan
al-Hakim (1/493), Dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh
adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu Hajar dalam “ Fathul Baari” (11/96) dan
syaikh al-Albani dalam “Shahiihut targiib wat tarhiib” (no 1633).
[2] Lihat keterangan imam Ibnu Abdil Barr dalam kitab “ at-Tamhiid” (10/297).
[3] Lihat kitab “Bahjatun naazhiriin” (2/592).
[4] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (9/228).
[5] Lihat kitab “Fathul Baari” (11/96) dan “Tuhfatul ahwadzi” (9/228-229).
[6] HR at-Tirmidzi (no. 3479) dan al-Hakim (no. 1817), juga oleh Ahmad
dari jalur lain (2/177), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani karena
diriwayatkan dari dua jalur yang saling mendukung, dalam kitab “
silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 594).
[7] Lihat “Tuhfatul ahwadzi” (10/18).
[8] Lihat kitab “Bahjatun
naazhiriin” (2/592).
---
BAGIKAN ya!! Agar teman-teman kamu bisa merasakan manfaatnya. Enggak
sulit, cuma klik bagikan, tenang aja!! kamu gak akan kehilangan ilmu nya
jika kamu share ke teman-teman kamu.. justru Insyaa Allâh kamu mendapat
pahala dan rahmat Allâh Ta'ala.. gak rugi kan?
Sumber dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar